widget

widget

My Publishers

Thursday, May 29, 2014

Ingin Melihat Senyummu PART 3 by @edytamala

Suatu malam, aku benar-benar kesulitan untuk memejamkan mataku. Tak seperti biasanya―setelah membaca buku-buku paket mata pelajaran untuk esok hari, aku langsung menekan saklar untuk mematikan lampu, lalu aku menarik selimut dan memeluk bantal guling sembari perlahan menuju alam mimpi. Malam ini pun begitu namun sedikit berbeda. Tiba-tiba muncul perasaan bahagia sebelum aku terlelap. Perasaan bahagia itu membuatku tersenyum, lalu senyumku itu sulit membuatku kantuk. Akhirnya, terlalu banyak tersenyum, membuatku bisa mengantuk. Dan esok pagi, aku akan menjumpai diriku terbangun dalam keadaan tersenyum. Aku bahagia.
Malam-malam berikutnya pun menjadi begitu panjang. Malam berikutnya lagi, lebih panjang dari malam sebelumnya. Dan malam ini adalah malam terpanjang sehingga membuatku dongkol. Ingin rasanya esok pagi segera datang agar aku bisa lagi curi-curi pandang dengan wanita berpipi bakpao itu. Kamarku yang begitu gelap, dihuni oleh hantu berparas cantik. Bayang-bayang wajahnya melayang meliuk-liuk di langit-langit kamar, merosot ke bantal guling, lalu menyelinap masuk ke mataku. Proses menuju lelap akan semakin sulit karena jika aku memejamkan mataku, bayangan wajahnya akan semakin dekat. Bayangan yang jahat. Tak ada belas kasihan untuk lelaki bodoh yang pura-pura pintar menahan hasratnya untuk mengakui bahwa separuh hatinya telah ditambat oleh bidadari berpipi bakpao itu.
Aku punya teman dekat seorang wanita yang kebetulan dia adalah anggota teater di sekolahku. Pikirku, semoga saja dia bisa membantuku mengatasi permasalahan yang setelah kuputuskan dengan penuh pertimbangan, bahwa permasalahan ini ternyata cukup serius. Aku tak sanggup menahan perasaan yang menegangkan ini jika kusimpan sendiri. Pun sepertinya aku tak sanggup mengatakan bahwa aku berhasil jatuh cinta kepada seseorang. Aku takut jika ini kuungkap, teman-temanku yang mulutnya seperti radio rusak itu akan mengabarkan berita-berita sesuka hatinya. Cukup sudah aku merasakan derita semacam itu. Aku telah belajar dari pengalaman ketika aku ditimpa gosip tak sedap karena dipergoki sering meminjam polpen pada seorang teman wanitaku. Tak ada pilihan lain selain harus berani mengungkapkan perasaanku yang aneh terhadap wanita berpipi tembam itu. Benar-benar tak ada pilihan lain.
Aku menggulir tombol handphone untuk mengetik pesan singkat kepada temanku.
Aku     : Dis, nama anak baru itu siapa?
Disya   : Yang mana?
Aku     : Dia duduk paling depan waktu kita latihan teater. Pipinya tembam.
Disya   : Namanya Tika. Kenapa?

Aku     : Aku minta nomor HP-nya dong.

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...